JURNALJAMBI.CO – Konsorsium PERMAMPU (Perempuan Sumatera MAMPU) menggelar diskusi kritis dalam rangka menyambut Hari Aborsi Aman Internasional yang diperingati setiap tanggal 28 September.
Diskusi yang dilaksanakan secara hybrid pada 24 September ini mengangkat tema “Otonomi Tubuh, Hati dan Pikiran Perempuan”, dengan fokus pada isu pengakhiran kehamilan yang tidak direncanakan.
Acara ini diadakan sebagai respons terhadap pandangan negatif yang kerap mengkriminalisasi perempuan yang melakukan aborsi tanpa melihat akar permasalahannya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, akses terhadap layanan aborsi yang legal dan aman sangat penting untuk mencapai hak atas kesehatan.
Layanan aborsi komprehensif mencakup informasi, barang, jasa, dan fasilitas untuk aborsi yang aman yang dapat dilakukan melalui pengobatan atau operasi dan penyediaan layanan pasca-aborsi.
Menindaklanjuti hal tersebut, pada tanggal 24 September, PERMAMPU sebagai konsorsium dari 8 lembaga penguatan perempuan untuk advokasi hak Kesehatan Seksual & Reproduksi Perempuan menyambut Hari Aborsi Aman Internasional yang diperingati di setiap tanggal 28 September.
Mengingat aborsi selalu dipandang secara negative dan otomatis perempuan yang melaksanakannya dianggap kriminal tanpa melihat akar masalah, maka PERMAMPU melaksanakan diskusi kritis secara hybrid untuk internal PERMAMPU yang menyebut aborsi sebagai pengakhiran kehamilan yang tidak direncanakan’ denga tema Otonomi Tubuh, Hati dan Pikiran Perempuan.
Kegiatan ini diikuti dari 30 titik Zoom di 37 Kabupaten/kota di 8 Provinsi Pulau Sumatera dengan melibatkan 391 peserta diantaranya 369 perempuan akar rumput, 37 perempuan muda, 3 dengan disabilitas dan 22 laki-laki.
Dalam pembukaan sekaligus pemantik diskusi, Dina Lumbantobing -Koordinator PERMAMPU- menyampaikan pentingnya memaknai Hari Aborsi Aman sebagai Pendidikan publik mengenai Hak Azasi Perempuan atas aborsi aman.
Hal ini didasarkan atas Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan dimana salah satunya adalah hak untuk menentukan akankah hamil atau tidak, kapan sebaiknya hamil bila ingin, akankah mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan ataupun tidak direncanakan (KTD); yang didasarkan oleh alasan-alasan perempuan dewasa secara mandiri.
Dina mereview kembali fakta lapang di pulau Sumatera yang berasal dari Penelitian Kualitatif PERMAMPU mengenai Kehamilan Tidak Diinginkan di tahun 2014 dan Pencegahan Perkawinan Usia Anak & <19 tahun tahun 2023 yang telah menunjukkan bahwa kehamilan di luar perkawinan, kehamilan di usia dini, kehamilan tidak diinginkan akibat KDRT, perkosaan anak & incest maupun ketidak pahaman mengenai perimenopause; telah mengakibatkan banyaknya perempuan yang sebenarnya membutuhkan aborsi aman.
Berdasarkan pengalaman lapang PERMAMPU dan dampingannya, cukup banyak perempuan yang terpaksa melakukan aborsi tidak aman.
Dari hasil refleksi Perempuan akar rumput dan 8 organisasi Perempuan di pulau Sumatera pada diskusi kritis ini tergali fakta-fakta yang menunjukkan:
1. Masih ditemukan upaya-upaya aborsi tidak aman yang dilakukan sendiri, tanpa pengawasan tenaga medis dan dengan cara sembunyi-sembunyi.
Hal ini beresiko pada kesehatan reproduksi Perempuan seperti pendarahan, infeksi, kehamilan beresiko dan kematian Perempuan yang biasanya tidak tercatat penyebab kematian dengan jelas.
2. Upaya-upaya aborsi tidak aman ini juga terjadi tidak hanya pada Perempuan yang belum menikah dan korban perkosaan, juga perempuan dalam hubungan perkawinan karena kegagalan kontrasepsi, tidak siap hamil karena KDRT, jarak anak terlalu dekat, dan ketidaktahuan .
3. Perkawinan yang dipaksakan sering menjadi solusi yang banyak ditawarkan untuk mengatasi kehamilan yang tidak diinginkan pada perempuan yang belum menikah dan korban perkosaan di perdesaan sserta di daerah 3 T dengan cara menikahkan pada pelaku maupun orang yang tidak dikenal; bahkan seakan ‘dilelang (ditawarkan kepada laki-laki yang mau membayar meski dengan mahar rendah).
Padahal alternatif solusi ini semakin menimbulkan masalah dan diskriminasi baru pada perempuan dan mendekatkan perempuan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, perkawinan <19 tahun dan anak yang lahir tanpa diinginkan terabaikan haknya, lingkaran Kemiskinan, maupun pembuangan bayi.
4. Minimnya akses informasi, penyadaran kritis mengenai tubuh & HKSR di keluarga, sekolah dan masyarakat serta terbatasnya akses terhadap kontrasepsi menjadi penyebab kehamilan yang tidak diinginkan.
Untuk itu, Konsorsium PERMAMPU menyatakan sikap:
Bahwa Pengakhiran Kehamilan atau Aborsi yang Aman adalah hak asasi perempuan yang harus dipenuhi oleh Negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pemenuhan hak azasi warga negara Indonesia.
Aborsi aman hendaknya tersedia dan mudah diakses oleh seluruh perempuan khususnya perempuan marginal dengan tetap memperhatikan bahwa tubuh perempuan tidak terpisah dari perasaan dan pikiran perempuan sebagai pengambil keputusan utama atas segala tindakan yang diambil untuk berlangsungnya aborsi aman sebagai bentuk pengakhiran kehamilan tidak dinginkan/direncanakan.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 2 tahun 2025 tentang PENYELENGGARAAN UPAYA KESEHATAN REPRODUKSI hendaknya dapat direvisi agar perempuan yang membutuhkan dapat lebih mudah mengakses dengan mendekatkan layanan di fasilitas Kesehatan terdekat, dilakukan secara professional dan memotong birokrasi.
Cara pandang yang menuduh perempuan yang memilih untuk aborsi sebagai dosa, kesalahan perempuan maupun sebagai tindakan risiko tinggi hendaknya dirubah menjadi pemenuhan hak Kesehatan seksual dan reproduksi perempuan. (*)