JURNALJAMBI.CO – Langkah tegas Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menghentikan sementara operasional tambang nikel PT Gag Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, ternyata bukan hanya keputusan administratif. Bagi banyak rakyat dan wakilnya di parlemen, keputusan itu adalah sikap berani yang mencerminkan keberpihakan terhadap alam dan masa depan negeri.
Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Golkar, Drs. H. Cek Endra, langsung menyatakan dukungannya secara terbuka. Bukan dukungan basa-basi, tapi dengan janji pengawasan ketat dari parlemen. Mantan Bupati Sarolangun dua periode itu mengaku siap mengawal langkah Bahlil dari pusat hingga ke medan tambang.
“Kami di Komisi XII mendukung penuh tindakan Menteri Bahlil. Tidak boleh ada kompromi terhadap perusahaan tambang yang mengancam ekosistem Raja Ampat,” tegas Cek Endra, Sabtu (7/6/2025), dikutip dari laman golkarpedia.com.
Kepada media ini, Cek Endra menyebut bahwa Komisi XII akan segera turun langsung ke lapangan, sebagai bukti komitmen wakil rakyat untuk membela bumi pertiwi dari tindakan investor.
“Komisi XII akan segera datang langsung ke Raja Ampat untuk melihat dampak riilnya di lapangan”, kata Cek Endra, (10/6/2025), Ia menyebut bila perusahaan tambang terbukti merusak, izinnya harus dicabut total.
“Kami siap kawal kebijakan pak Menteri,” imbuhnya .
Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Gag Nikel resmi dibekukan Kementerian ESDM per 5 Juni 2025. Keputusan itu menyusul gelombang penolakan dari para pegiat lingkungan dan masyarakat sipil yang menilai bahwa aktivitas tambang mengancam salah satu ekosistem laut paling indah dan unik di dunia: Raja Ampat.
Cek Endra sangat mengapresiasi Menteri Bahlil sendiri yang berencana meninjau langsung lokasi tambang yang terletak di Pulau Gag. Bagi politisi Golkar itu, pemimpin yang baik adalah yang berani melihat langsung dampak di lapangan-bukan hanya membaca laporan di meja.
“Menteri ESDM sudah tepat. DPR akan mengawal. Jika memang terbukti merusak, tambang itu harus ditutup permanen,” tegasnya.
Lebih jauh, Cek Endra mengungkap bahwa Komisi XII kini tengah menelusuri sejumlah IUP lama yang aktif di sekitar Raja Ampat. Banyak dari izin itu ternyata dikeluarkan sejak tahun 2017, dengan proses yang patut dipertanyakan.
“Kami sedang verifikasi semua data. Kalau ada IUP yang keluar tanpa dasar AMDAL yang valid, harus dievaluasi. Jangan sampai satu perusahaan ditindak, yang lain dibiarkan,” ucapnya serius.
Menurut Cek Endra, negara tak boleh terus-menerus terjebak pada dilema antara ekonomi dan lingkungan. Dalam kasus Raja Ampat, jawabannya jelas: konservasi lebih utama dari kepentingan investasi sesaat.
“Raja Ampat adalah warisan bumi, bukan alat dagang investor. Kita harus berani bersikap untuk menyelamatkan masa depan ekosistem dan generasi Papua,” tutupnya.
Langkah Cek Endra untuk pasang badan bersama Komisi XII mencerminkan bahwa fungsi pengawasan DPR bukan sekadar wacana di ruang sidang. Demi negeri, ketika masa depan bangsa dipertaruhkan, para kader rakyat dari Partai Golkar harus membela.(*)