JURNALJAMBI.CO – Tulisan vandalisme bertuliskan ‘Adili Jokowi’ belakangan ini muncul di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di kota-kota besar seperti Solo, Surabaya, dan Yogyakarta. Munculnya tulisan tersebut memicu berbagai reaksi dari masyarakat dan pihak berwenang. Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri menanggapi fenomena ini dengan santai, menganggapnya sebagai bentuk ekspresi masyarakat.
“Ya itu cara mengungkapkan ekspresi, cara mengungkapkan ekspresi,” ujar Jokowi. Saat ditanya lebih lanjut apakah dirinya merasa terganggu dengan tulisan itu, Jokowi hanya tertawa dan menegaskan bahwa hal tersebut tidak menjadi masalah baginya. “Ya itu cara mengungkapkan ekspresi. (Nggak masalah?) He-he-he…,” tambahnya.
Namun, tidak semua pihak melihat hal ini dengan santai. Satpol PP di sejumlah kota, seperti Solo, Surabaya, dan Yogyakarta, segera turun tangan untuk membersihkan tulisan tersebut. Di Solo, misalnya, ditemukan enam titik tulisan ‘Adili Jokowi’ di beberapa lokasi, seperti di Jalan Prof Soeharso, Jalan Ki Hajar Dewantoro, dan Jalan Tentara Pelajar. Sementara itu, di Surabaya, tulisan serupa juga ditemukan di delapan lokasi jembatan. Di Yogyakarta, Satpol PP setempat turut membersihkan tulisan di beberapa titik, termasuk di simpang empat AM Sangaji Jetis, tembok Stadion Mandala Krida, dan Jalan Sultan Agung Gondomanan.
Meskipun vandalisme ini terjadi, beberapa pihak berpendapat bahwa tindakan ini tidak semestinya hanya dianggap sebagai bentuk ekspresi semata. PDIP, sebagai partai pendukung pemerintah, menyarankan agar tindakan tersebut dilaporkan melalui jalur yang lebih resmi, seperti KPK, jika ada dugaan adanya kejahatan atau pelanggaran hukum terkait.
Fenomena ini mencerminkan ketegangan politik dan perasaan ketidakpuasan yang ada di masyarakat terkait pemerintahan Jokowi. Walaupun demikian, Jokowi tetap mengedepankan sikap santai dan terbuka terhadap kritik, bahkan jika itu disampaikan melalui cara yang kurang konvensional seperti vandalisme.
Dalam video terpisah, Istana juga menanggapi dengan mengatakan bahwa pemerintah tetap terbuka menerima kritik dari masyarakat, namun melalui saluran yang lebih konstruktif dan formal.(*)