JURNALJAMBI.CO – Selasa (30/10) sekitar pukul 21.57, Presiden Joko Widodo atau Jokowi blusukan kepasar tradisional di Jalan Roda, Kota Bogor.
Dikutip dari siaran pers Sekretarias Kepresidenan, Jokowi meninjau kios-kios pedagang sayur, buah, tempe dan ayam. Ia berkeliling dan berdialog dengan para pedagang. Tak lupa, Jokowi juga menanyakan harga komoditas yang dijual kepada para pedagang. Alasannya, ia ingin memastikan harga-harga bahan pokok di pasar stabil.
“Kalau kita melihat angka-angka inflasi itu kan di bawah 3,5 (persen) artinya harga itu stabil dan tadi saya lihat memang beberapa ada penurunan,” kata Jokowi seusai peninjauan dalam keterangan pers itu.
Beberapa komoditas yang harganya turun, Jokowi menyebutkan, di antaranya, sawi hijau dari Rp 8.000 menjadi Rp 7.000 per kilogram, buncis yang biasanya Rp 16 ribu menjadi Rp 12 ribu per kilogram. Namun ada juga komoditas yang mengalami kenaikan, misalnya alpukat dari Rp 20 ribu menjadi Rp 25 ribu dan ayam potong dari Rp 30 ribu menjadi Rp 35 ribu per kilogram.
“Kalau suplai sedikit otomatis harganya naik sedikit. Saya kira dalam perdagangan adalah sesuatu yang biasa,” ujar Jokowi.
Jokowi menuturkan kondisi harga-harga di pasar ini sejalan dengan kondisi makro ekonomi, terutama berkaitan dengan besaran inflasi. Dengan kondisi harga yang relatif stabil ini, ia berharap tidak ada pihak-pihak yang berkata sebaliknya.
“Inflasinya stabil, harga di pasar juga stabil. Jadi jangan sampai ada yang teriak di pasar harga mahal-mahal. Nanti ibu-ibu di pasar marah, nanti enggak ada yang datang ke pasar, larinya ke supermarket, ke mal,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, mantan gubernur DKI Jakarta ini berjanji, bila terjadi lonjakan harga bahan pokok maka ia akan langsung memerintahkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk menjaga stabilitas harga. Meski demikian, Jokowi mengakui menyeimbangkan harga antara petani atau peternak dan konsumen bukanlah perkara mudah.
“Jadi jangan sampai harganya terlalu rendah, peternak nanti teriak-teriak. Kalau sayur murah, nanti petani juga teriak rugi. Jadi ini menyeimbangkannya enggak mudah. Kalau teriak mahal nanti yang marah ya ibu-ibu (pembeli),” tuturnya. (*)
Sumber: Tribunnews.com