JURNALJAMBI.CO, JAMBI – Konflik antara Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) dengan perusahaan sawit terjadi beruntun. Tanpa ada penyelesaian yang menyentuh akar persoalan, konflik serupa akan terus terjadi.
Konflik terbaru terjadi pada Jumat (29/10). Informasi yang didapat Jurnaljambi.co, saat itu perempuan rimba yang sedang mengambil brondol sawit di perusahaan PT Primatama Kreasi Mas (PKM) di Kecamatan Air Hitam, Sarolangun, didatangi satpam perusahaan.
Para satpam ini merampas buah sawit mereka sehingga para perempuan berteriak. Datanglah Besayung untuk melindungi para perempuan yang sedang berhadapan dengan satpam.
Namun Besayung malah jadi korban kekerasan satpam. Lelaki itu dipukuli satpam. Melihat pemukulan itu, para perempuan semakin heboh, sehingga datanglah orang rimba lain yang kebetulan membawa senjata rakitan.
Dalam situasi gaduh itu, orang rimba tersebut menembakkan senjatanya dan mengenai tiga orang satpam.
Kejadian ini berlanjut dengan penyerangan ke pemukiman Orang Rimba. Sudung (pondok-pondok) Orang Rimba yang berdiri di dalam perkebunan sawit habis diobrak abrik. Sepeda motor yang ada di lokasi dibakar.
Orang Rimba yang di pemukiman madani Desa Lubuk Jering, Kecamatan Air Hitam, juga diserbu. Sepeda motor mereka juga dibakar. Total ada lima unit sepeda motor yang dibakar di dua lokasi ini.
Kini Orang Rimba ini lari mengungsi, ketakutan pasca bentrok yang terjadi.
Bentrokan yang terjadi Jumat merupakan rentetan atas konflik pada 17 September 2021. Saat itu, Orang Rimba yang membrondol sawit (mengambil buah sawit yang jatuh dari pohon) diadang Satpam PT PKM.
Mereka adalah Nutup dan adiknya, Niti, bersama tujuh Orang Rimba lainnya. Satpam meminta mereka menurunkan hasil brondolannya.
Sadar tak mampu melawan, Orang Rimba berniat menurunkan hasil membrondol seharian. Namun mereka malah dipukuli yang menyebabkan tiga Orang Rimba terluka.
Enam motor yang dikendarai Orang Rimba dirampas dan dibuang ke dalam parit perusahaan. Konsesi PT PKM ini memang sebagian memasuki kawasan gambut Sarolangun.
Tak berhenti sampai di situ, Besera dan enam orang lainnya yang melintas di lokasi itu juga dipukuli dan motor mereka dirampas.
Total 17 motor Orang Rimba yang dirampas dan dibuang ke dalam parit. Dalam situasi yang ketakutan Orang Rimba berlari meninggalkan lokasi bentrok.
Upaya perdamaian pun dilakukan, sehingga pada 13 Oktober 2021 perusahaan menyatakan bersedia mengganti luka pampaih, denda adat yang telah menyebabkan Orang Rimba luka-luka senilai Rp 36 juta.
Sedangkan 17 motor yang dibenamkan diparit dijanjikan dikembalikan dalam kondisi sudah diperbaiki. Perusahaan meinta waktu seminggu untuk menyelesaiakan perbaikan motor dan membayar denda adat.
Namun, sampai Jumat 29 Oktober, sudah lewat dari waktu yang dijanjikan, penyelesaian tak kunjung datang. Inilah yang membuat kecewa Orang Rimba.
Robert Aritonang, Manager Program Suku-Suku KKI Warsi menilai, selama ini perusahaan yang menguasai konsesi di wilayah penghidupan Orang Rimba tidak menganggap Orang Rimba sebagai bagian yang harus dicarikan solusi.
“Orang Rimba seolah dianggap sebagai penumpang di lahan tersebut. Sehingga semua tindakan mereka dianggap sebagai pelaku kriminal. Kesalahannya di situ, tidak melihat Orang Rimba sebagai bagian dari anak bangsa,” kata Robert. (*)