Ketupat Jadi Ikon Idul Fitri di Indonesia, Kenali Sejarah dan Filosofinya

JURNALJAMBI.CO -Pada setiap perayaan Hari Raya Idul Fitri, takkan lengkap rasanya jika meja makan keluarga Indonesia tanpa hadirnya hidangan ketupat. Ketupat, dibuat dari beras yang dikemas dalam anyaman daun kelapa, tidak hanya sekadar hidangan enak, melainkan juga membawa nilai-nilai tradisi dan makna yang dalam yang memperkaya perayaan Lebaran.

Sejarah Ketupat

Pertanyaannya, mengapa ketupat menjadi hidangan utama di Hari Raya Idul Fitri? Sejarahnya merentang jauh ke dalam budaya dan agama Islam di Indonesia. Diperkenalkan pertama kali oleh salah satu Walisongo, Sunan Kalijaga, ketupat tak hanya sekadar makanan, tetapi juga menjadi lambang dari perayaan Lebaran itu sendiri.

Tradisi ketupat dimulai dari penyebaran agama Islam di Pulau Jawa oleh Sunan Kalijaga. Istilah “Bakda Kupat” yang diperkenalkannya menggambarkan periode sesudah Lebaran di mana masyarakat Jawa merayakan dengan membuat dan menyantap ketupat bersama-sama. Ini bukan hanya sebagai hidangan, melainkan bagian dari upaya memperkuat silaturahmi dan memaafkan kesalahan antar sesama.

Makna Ketupat

Di balik kenikmatannya, ketupat menyimpan makna yang dalam. Konsep “laku papat” yang mencakup empat aspek dari ketupat memberikan arahan filosofis yang mendalam bagi umat Muslim. “Lebaran” menandakan penyelesaian ibadah puasa, “luberan” mencerminkan keikhlasan dalam bersedekah. “Leburan” menggambarkan pembubaran dosa melalui maaf-memaafkan, dan “laburan” menunjukkan pemurnian hati setelah menjalankan ibadah puasa.

Tradisi Lebaran Ketupat tidak sekadar soal makanan, tetapi juga pengakuan atas kesalahan dan pemaafan. Di berbagai wilayah Indonesia, seperti Kudus, Jawa Tengah, tradisi ini menjadi momen yang dimeriahkan dengan berbagai kegiatan, termasuk Kirab Gunungan Seribu Ketupat. Ini bukan hanya ungkapan syukur atas kelancaran puasa Ramadhan, tetapi juga sebagai simbol persatuan dan kasih sayang di antara umat Muslim.

Dengan demikian, setiap ketupat yang disajikan di atas meja bukan hanya sekadar makanan, melainkan juga simbol dari perjalanan spiritual umat Muslim yang merajut persatuan dan kesucian hati di Hari Raya Idul Fitri. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *