Akhirnya, PT KDA Putuskan Beli Buah Sawit Swadaya, Tapi…. Harganya Bikin Dahi Berkerut…

oleh

JURNALJAMBI.CO, MERANGIN – Pasca hearing dengan Pemerintah, DPRD dan petani sawit swadaya Kabupaten Merangin, akhirnya PT Kresna Duta Agroindo (KDA) memutuskan untuk membeli buah sawit petani swadaya, Jum’at (13/05/2022).

Hanya saja, harga buah sawit yang dipatok PT KDA bisa bikin dahi petani berkerut. Pasalnya, jika Pemerintah Provinsi Jambi menetapkan Rp 2.600 per kilogram dan sejumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Kabupaten Merangin mematok harga Rp 2.300 perkilogram, PT KDA hanya mematok Rp 2.000 perkilogram.

Penetapan harga Rp 2.000 perkilogram itu diduga menjadi bagian dari strategi perusahaan untuk menekan tingkat penjualan buah sawit petani swadaya.

Humas PT KDA, Rahmat Hardian pun tidak menampik. Menurutnya, PT KDA memprioritaskan buah dari kebun inti dan kebun KKPA yang masih ‘satu dapur’ dengan perusahaan.

“Bisa saja itu disebut sebagai strategi bisnis. Saat ini, tangki CPO kami yang berkapasitas 2.000 ton hanya mampu menampung produksi untuk 15 hari kedepan dari hasil kebun inti dan kebun KKPA. Kalau ditambah dengan membeli buah dari luar (petani swadaya, red), daya tampung tangki bisa saja lebih singkat menjadi 7 hari. Sebab, kita tidak tahu berapa banyak sawit petani yang akan masuk,” ujar Rahmat.

Sementara, lanjutnya, ketika perusahaan mengolah buah sendiri, perusahaan tidak lagi mengeluarkan modal untuk membeli buah sawit. Dilain sisi, penjualan CPO yang menjadi sumber pendapatan terbesar perusahaan hingga kini masih belum menentu.

“Sebenarnya, ini dilema. Kami tidak ingin menyakiti hati petani, tapi kami juga bertanggungjawab terhadap kelangsungan perusahaan mulai dari biaya produksi hingga jaminan kesejahteraan terhadap ribuan karyawan yang ada. Karyawan kami mayoritas karyawan tetap dan hanya sedikit saja yang karyawan kontrak. Artinya, cost yang kami keluarkan untuk gaji, tunjangan dan bonus juga lebih besar. Apalagi pada kondisi saat ini, stok CPO yang ada saja belum jelas pemasarannya. Sementara, buah dikebun tetap harus dipanen dan diproduksi. Ketika produksi mencapai ambang batas dan penjualan tidak ada kepastian, maka perlu diambil langkah-langkah konkrit untuk ‘menyelamatkan’ perusahaan. Mau tidak mau, perusahaan harus menerapkan strategi bisnis,” terangnya. (*)