Perang Bikin Ribuan WN Rusia-Ukraina Terdampar di Phuket Thailand

oleh

BRITO.ID, BERITA JAKARTA – Phuket, sebuah pulau kecil di Thailand yang pantai indahnya pernah menarik sekitar tujuh juta wisatawan luar negeri per tahun.

 

Menggantikan turis China adalah turis Rusia, yang kini menjadi kelompok wisatawan asing terbesar di Phuket. Sekitar 17.000 turis dari Rusia tiba di sana pada bulan Desember.

 

Saat Anda berjalan di sekitar pantai-pantai populer di Phuket seperti Karon, Kata, dan Patong, Anda pasti akan menjumpai bukti dari booming turis Rusia baru-baru ini; tanda-tanda dalam aksara Sirilik, dan restoran-restoran yang menawarkan hidangan Rusia dengan borscht dan pangsit pelmeni pada menunya.

 

Tetapi sekarang, invasi Ukraina telah membuat sekitar 7.000 warga Rusia terlantar di Thailand, kebanyakan di Phuket, karena banyak maskapai penerbangan membatalkan penerbangan ke Rusia.

 

Uang menjadi masalah terbesar bagi mereka. Sejak Rusia dikenai berbagai sanksi, mereka tidak dapat menarik uang tunai dari mesin ATM atau menggunakan kartu kredit.

 

Kebanyakan dari mereka tidak mau berbicara dengan wartawan, tetapi satu pasangan setuju, asalkan kami tidak menyebutkan nama mereka. Mereka khawatir akan konsekuensi di Rusia karena sekadar menyebut peristiwa di Ukraina sebagai perang dapat membuat mereka dituntut pidana.

 

Mereka berkata kepada saya bahwa mereka terbang ke Phuket dari Moskow pada hari invasi dimulai, dan sekarang berusaha untuk tinggal di Thailand sampai uang mereka habis. Mereka berdua merasa ngeri dengan invasi ke Ukraina.

 

“Kami pergi dari bank ke bank, dari ATM ke ATM. Sembilan kali dari 10 kesempatan kami ditolak, tetapi kami akhirnya berhasil mendapatkan uang tunai.

 

“Ada beberapa cara lain untuk mendapatkannya, seperti Western Union atau mata uang kripto, tetapi ada saja yang ditutup setiap hari. Satu cara yang berhasil kemarin, bisa tidak berhasil hari ini.”

 

“Setiap hari kami menonton berita”

Bagi sejumlah kecil turis Ukraina yang juga terlantar di Thailand ketika pasukan Rusia mulai mengebom kota-kota mereka, situasinya bahkan lebih buruk.

 

Saya bertemu Anton dan Alina di sebuah hotel tepi pantai yang digunakan sebagai kantor imigrasi sementara oleh pemerintah Thailand. Mereka membantu memperpanjang visa para turis yang tidak dapat meninggalkan negara itu.

 

Anton dan Alina termasuk di antara selusin warga Ukraina yang hidupnya telah dijungkirbalikkan oleh perang. Mereka berlibur di Thailand sejak Desember, dan seharusnya terbang kembali ke Kyiv pada pertengahan Maret, tetapi penerbangan mereka dibatalkan, dan keluarga mereka meminta supaya mereka tinggal di luar negeri selama mungkin.

 

“Kami tidak bisa bersantai di sini, kami tidak bisa enjoy berenang di laut,” kata Alina. “Setiap hari kami menonton dan membaca berita. Sayang sekali kami tidak dapat membantu keluarga kami dengan kembali ke sana.”

 

 

Alina dan Anton berusaha memperpanjang visa Thailand mereka. (BBC)

 

Alina mengatakan keluarganya berada di daerah yang relatif aman di Kyiv, tetapi mereka masih mendengar suara rudal Rusia tidak jauh dari sana. Bagi mereka, itu membawa kembali kenangan ketika harus meninggalkan kota asal mereka, Donetsk, setelah konflik dimulai di sana delapan tahun lalu.

 

Keluarga Anton telah meninggalkan Kyiv dan pindah ke dekat perbatasan Hongaria, sehingga mereka dapat menyeberang jika situasinya memburuk.

 

Perempuan muda lain, yang memperkenalkan diri sebagai Yulia, menghampiri saya sambil menangis, dan menunjukkan gambar di ponselnya yang menunjukkan kehancuran di kotanya sendiri, Irpin, di luar Kyiv.

 

Keluarganya telah pindah ke Kyiv, katanya, tapi dia terlalu sedih untuk bercerita lebih banyak. Semua warga Ukraina yang terdampar ditawari perpanjangan visa 90 hari, tetapi beberapa dari mereka khawatir uang mereka akan habis.

 

Pemilik bisnis dan pemerintah setempat berusaha membantu para wisatawan ini dengan berbagai cara.

 

Kedutaan Besar Ukraina di Thailand mengatakan mereka telah menerima lebih dari 100 tawaran akomodasi gratis dari penduduk Thailand. Pemerintah Thailand sedang berusaha menemukan cara lain bagi warga Rusia untuk memindahkan uang mereka ke sini untuk membiayai akomodasi mereka, termasuk menggunakan aplikasi transfer internasional dan sistem perbankan lokal.

 

Ketika kami mengunjungi restoran Veranda di Karon saat makan siang, dengan patung beruang plastik besar menyambut kami di pintu, hanya ada dua meja yang terisi.

 

“Sekitar Tahun Baru kami penuh, setiap hari,” kata manajer restoran, Dee. “Tapi pelanggan kami tidak bisa lagi menarik dana untuk membayar makanan mereka.”

 

Pemilik restoran Rusia itu malah menawarkan pelanggan opsi pembayaran dengan transfer melalui kartu yang dikeluarkan oleh bank-bank Rusia seperti Sberbank, Alfa dan Tinkoff.

 

 

Seperti banyak restoran di Phuket, Veranda memasang tanda berbahasa Rusia. (BBC)

 

Pasangan Rusia yang saya temui tinggal di losmen murah milik perusahaan Denmark, Plan-B.

 

Salah seorang pemilik Plan-B, Toke Terkelsen mengatakan ia sekarang menawarkan diskon kepada pelanggan Ukraina dan Rusia, atau kesempatan untuk pindah ke kamar yang lebih murah. Ia telah mengalokasikan hostel dengan tempat tidur gratis bagi mereka yang kehabisan uang tunai.

 

Di pantai Phuket yang indah Anda bisa mendengar banyak orang berbicara dalam bahasa Rusia. Di sini ada wisatawan dari Kazakhstan, dari kota-kota Siberia seperti Omsk, Irkutsk dan Novosibirsk, semuanya melarikan diri dari musim dingin utara yang dingin.

 

Tetapi jumlah mereka hanya sebagian kecil dari wisatawan yang biasa datang sebelum pandemi Covid, itu pun semakin berkurang.

 

Selama beberapa minggu ke depan, pemerintah Thailand dan Kedutaan Besar Rusia mengatakan mereka akan mengeksplorasi cara-cara alternatif untuk membawa pulang warga Rusia yang terdampar, baik melalui penerbangan evakuasi khusus atau menggunakan maskapai penerbangan yang masih terbang ke sana.

 

Setelah mereka pergi, kebangkitan pariwisata yang sudah lama diharapkan oleh Phuket akan terhenti lagi, menanti lebih banyak turis Eropa, turis India, dan akhirnya, turis China untuk datang kembali beramai-ramai seperti dahulu kala.

“Bahkan dengan apa yang terjadi saat ini di dunia, Masih ada banyak orang yang sudah tinggal di rumah selama dua tahun, dan sudah menabung dan benar-benar ingin berlibur,” katanya.

 

“Jika Thailand sudah buka sebagai pintu gerbang utama untuk Asia, dan sementara negara-negara lain masih tutup, akan ada banyak orang datang ke Thailand. (red)

 

Sumber: detik.com/bbc-world