Laporkan 25 Kasus Konflik Lahan, Edi Purwanto: Kami Harap Ada Solusi

oleh

JURNALJAMBI.CO, KOTAJAMBI – Konflik lahan yang terjadi di Provinsi Jambi hingga saat ini masih belum menemukan titik terang. Hingga saat ini tercatat ada 105 kasus konflik lahan dan yang telah dilaporkan ke BPN sebanyak 25 kasus. Untuk itu, Ketua DPRD Provinsi Jambi bersama Pansus Konflik Lahan Provinsi Jambi melakukan konsultasi ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Rabu (16/02/2022).

Rombongan wakil rakyat Jambi ini diterima oleh Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, R.B. Agus Widjayanto, Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang, Irjen Pol. Hary Sudwijanto, Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Adat, M. Adli Abdullah, Karo Humas Yulia Jaya dan beberapa pejabat di lingkungan Kementerian ATR/BPN.

Dalam pertemuan tersebut, Edi Purwanto menyampaikan bahwa Pansus Konflik Lahan telah bekerja selama 5 bulan lebih. Dalam kurun waktu tersebut, pansus telah menerima ratusan laporan terkait konflik lahan di provinsi Jambi yang bersumber dari masyarakat, NGO, maupun pemerintah.

“Dari 105 kasus tersebut, kami laporkan 25 kasus ke ATR/BPN, kami harap ada formulasi untuk penyelesaian berbagai kasus konflik lahan di Jambi,” papar Edi.

Dengan adanya pertemuan ini, serta bantuan data dan solusi dari Kementerian ATR/BPN, Pansus Konflik Lahan Provinsi Jambi akan menghasilkan rekomendasi yang dapat menjadi solusi jangka panjang dan paripurna bagi berbagai persoalan konflik lahan yang terjadi di Indonesia.

“Kita butuh data-data dari BPN. Tapi selama ini kami seperti mengalami kebuntuan. Kita nggak mau permasalahan ini jadi bom waktu, dan hanya memberikan solusi sementara, seperti memberikan gula-gula ke anak-anak,” tegas Edi.

Edi menambahkan bahwa konflik lahan hanya sebagian dari permasalahan agraria di provinsi Jambi. Selain konflik lahan, masalah tapal batas juga banyak terjadi di Jambi.

“Awalnya kita kasih nama Pansus Agraria, tapi pasti nggak cukup waktu kerja 6 bulan, jadi kita fokus ke konflik lahan dulu,” jelas Edi menanggapi salah satu pejabat kementerian yang mengingatkan agar Pansus tidak hanya fokus ke konflik lahan, tapi juga memperhatikan permasalahan tapal batas dan berbagai persoalan agraria lainnya.

Di saat yang sama, Ketua Pansus Konflik Lahan Wartono Triyan Kusumo menyatakan bahwa mayoritas penyebab terjadinya konflik lahan, khususnya antara masyarakat dan perusahaan adalah karena izin konsesi yang diberikan tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Perusahaan yang dapat izin langsung menggusur masyarakat yang sudah lebih dulu mendiami dan memanfaatkan lahan.

“Pertanyaannya, apakah pemerintah pusat tidak melihat dulu sebelum memberikan izin, atau memang perusahaannya yang nakal,” tanya Wartono.(Say)