Soal Guru BK Jadi “Satpam”, Yusdani Angkat Bicara: Kebijakan yang Disalah Artikan…

oleh

JURNALJAMBI.CO, MERANGIN – Ketidakharmonisan antara sejumlah guru dan Yusdani, Kepala SMPN 10 Merangin di Desa Sido Rukun Kecamatan Margo Tabir Kabupaten Merangin, Jambi seolah mendapat perhatian khusus dari Dinas Pendidikan.

Sebelum melapor ke DPRD Merangin, sejumlah guru ternyata telah melaporkan Yusdani ke Dinas Pendidikan. Terungkap, sejak laporan itu masuk, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Merangin dan sejumlah Kabid sudah dua kali berkunjung ke SMPN 10 Merangin.

Ketika dikonfirmasi via selular, Yusdani yang tengah mendampingi salah seorang guru untuk melakukan seminar prajabatan di Jambi menceritakan asal-muasal ketidak harmonisan itu terjadi. Dalam Ia berkisah, sesekali Yusdani terisak menahan tangis.

“Saya sedang dalam perjalanan ke Jambi. Besok ada guru disekolah Saya yang mau seminar prajabatan. Dalam seminar itu, mentor satunya itu dari Kepala Sekolah. Makanya Saya berangkat ke Jambi,” ujar Yusdani mengawali kisahnya.

“Selama ini Saya diam karena Saya memilih menjelaskan semuanya kepada yang berkepentingan saja. Tapi, sepertinya permasalahan ini sudah melebar dan sekarang Saya harus bersuara. Visi Saya sebagai Kepala Sekolah adalah menegakkan disiplin dan meningkatkan mutu pendidikan disekolah. Jadi, Saya hanya akan berbicara berdasarkan fakta. Semua bukti itu tertuang dalam buku bimbingan, notulen rapat maupun surat pernyataan yang ditandatangani diatas materai maupun diatas stempel desa,” tambahnya.

Pemberian tugas kepada Guru BK berinisal SL sebagai “Satpam” lanjut Yusdani, berawal dari kinerja Guru BK yang dianggap lemah. Selama ini, yang bersangkutan tidak pernah membuat administrasi BK. Seperti buku kasus, pembuatan perangkat mengajar, dan lain-lain.

“Guru BK ini kan guru bersertifikasi. Jadi, Saya berusaha membantu beliau dengan memberikan pembinaan disekolah. Selama ini, Saya sudah banyak menemukan hal-hal yang tidak baik. Contohnya memproses anak tidak ada yang tuntas. Akibatnya, kenakalan anak semakin menjadi-jadi, ada yang rambutnya dicat kuning lah, ada yang bajunya keluarlah dan sebagainya. Anak itu memang diproses, tapi tidak tuntas dan hanya sepintas,” tutur Yusdani.

Selain menemukan tingkat kenakalan anak yang semakin menjadi, Yusdani juga mendapatkan laporan dari wali kelas tentang siswa yang sudah satu tahun tidak sekolah, malah dapat nilai A dari guru BK. Sementara yang aktif dibawah bimbingan Guru BK, diberi nilai B.

“Saya panggil beliau, kenapa bisa seperti itu? Sebagai kepala sekolah, niat Saya adalah untuk memperbaiki keadaan. Nyatanya, ketika Saya panggil, beliau malah melawan dan tidak menghormati Saya sebagai kepala sekolah. Karena Saya tidak sanggup membina beliau, Saya kemudian melaporkan ke pengawas binaan, pak Hardiyanto. Oleh pak Hardiyanto, beliau kemudian diminta untuk menyelesaikan administrasi yang berhubungan dengan BK. Semua itu ada dalam buku bimbingan,” sebut Yusdani.

Ketika Guru BK sedang dibina oleh pengawas binaan, tiba-tiba Yusdani mendapatkan telpon dari Kepala Bidang (Kabid) Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) di Dinas Pendidikan Kabupaten Merangin.

“Kabid itu bernama ibu Asmiyah. Beliau menelpon Saya dan meminta untuk menghadap ke kantor di Dinas Pendidikan. Esoknya, Saya memenuhi panggilan itu. Sesampainya di Dinas Pendidikan, Saya langsung ditanya tentang apa yang terjadi dengan guru BK. Jadi Saya jawab,  karena program-program BK ini tidak jalan, Saya meminta beliau untuk memantau anak yang terlambat datang ke sekolah, anak yang bolos, sekalian memprosesnya. Saya minta tolong dibantu untuk satu item saja dulu dikerjakan, karena itu merupakan bagian dari BK. Saya juga meminta Guru BK tersebut untuk membantu mengajar PLH. Tapi beliau tidak mau, karena tidak mau ya tidak apa-apa, biar Saya saja yang mengajarnya,” ungkap Yusdani.

Baca Juga:  Guru BK Ditugaskan jadi “Satpam”: Pak Kadis, Pak Bupati, Kami Sudah Tak Nyaman Lagi

Selang  beberapa hari kemudian, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Merangin, Nasution berkunjung ke sekolah bersama Kabid PTK. Kedatangan Kepala Dinas yang benar-benar mendadak membuat Yusdani terkejut. Yusdani menganggap, Kepala Dinas dan Kabid PTK sedang melakukan Sidak. Yusdani lantas menyambut kedatangan Kadis Pendidikan dan menemaninya melihat-lihat kondisi lingkungan sekolah dan ruang belajar.

“Saya benar-benar tidak tahu kedatangan beliau. Setelah menyalami, Pak Kadis kemudian melihat-lihat kondisi lingkungan sekolah hingga ke ruang kelas. Kalau tidak salah ada lima kelas yang dilihatnya. Pak kadis memuji lingkungan sekolah yang bagus, rapi dan bersih. Saya senang sekolahnya bagus,” ujar Yusdani menirukan puji-puji Kadis Pendidikan.

Ketika sedang mendampingi Kepala Dinas, lanjut Yusdani, Ibu Asmiyah (Kabid PTK) meminta kepada guru Bahasa Indonesia bernama Pak Wendri untuk mengumpulkan para guru di ruang guru. Yusdani mengira, pertemuan itu untuk perkenalan dengan Kepala Dinas.

“Saya kemudian membuka pertemuan itu dengan memperkenalkan Kepala Dinas yang baru kepada para guru. Saya pikir hanya perkenalan saja, ternyata, dalam pertemuan itu, Saya habis dikuliti sejadi-jadinya dihadapan para guru. Disitu Saya benar-benar diadili tanpa diberikan kesempatan menjawab seutuhnya,” terang Yusdani.

Yusdani berkisah, semua itu berawal ketika pak Kadis bertanya, siapa disini yang punya keluhan? Gayung itu disambut oleh guru BK berinisial SL yang kemudian menyampaikan segala unek-uneknya seperti dalam berita sebelumnya.

Kabid PTK kemudian menyambut unek-unek Guru BK, “Bu Kepsek, tolong dikasih itu jam belajar itu ke guru BK itu. Gak ada itu ilmu BK dengan kita masing-masing dak,” ujar Yusdani mengulang perkataan Kabid PTK.

“Saya kemudian menjawab, biarlah untuk sementara ini, anak murid menerima pendidikan BK dari wali kelas. Sebab, Guru BK ini masih dalam binaan karena tidak ada satu pun administrasi BK yang selesai. Saya tunjukkan buku binaannya dari Saya dan dari pengawas binaan. Nanti, kalau tugasnya sudah selesai, baru kita kasih lagi jam belajarnya,” jelas Yusdani.

“Guru BK itu sebenarnya bukan Saya jadikan “satpam” yang sesungguhnya. Saya hanya menugaskan beliau yang berkaitan dengan tugas dari BK. Ketika berdiri digerbang melihat kedatangan anak sekolah, Saya juga sering menemani beliau. Jadi, bukan “satpam” ya, tapi bagian dari tugas BK. Dan untuk diketahui, Guru BK itu adalah guru sertifikasi, jam mengajarnya memang Saya berikan kepada wali kelas. Tapi di Dapodik, laporan beliau (guru, BK, red) tidak Saya ganggu. Tugas yang Saya berikan kepada beliau tetap Saya hargai sebanyak 12 jam. Jadi Saya tidak mengganggu hak-hak beliau sebagai guru sertifikasi. Justru Saya membantunya. Tapi malah kebijakan Saya yang disalah artikan,” tuturnya.

Kabid PTK, Asmiyah kemudian menyatakan bahwa kebijakan yang diambil oleh Yusdani itu salah. Sebagai manusia biasa, Yusdani menyadari ketidaksempurnaannya.

“Kalaulah memang Saya salah, kenapa Saya tidak dilakukan pembinaan diruangan Saya. Ini kenapa Saya diadili didepan para guru. Andai Saya tidak kuat, mungkin Saya sudah pingsan,” isaknya.

Baca Juga:  Guru BK Ditugaskan jadi “Satpam”: Pak Kadis, Pak Bupati, Kami Sudah Tak Nyaman Lagi

Usai pertemuan itu, Kabid PTK kemudian mengajak Pak Kadis pulang, katanya sudah ada yang menunggu. Yusdani kemudian memohon kepada Kadis Pendidikan untuk menjelaskan duduk perkaranya.

“Pak bisa Saya minta waktu sedikit pak, untuk mengklarifikasi pak? pintanya.

Namun, permintaan itu tak dipenuhi lantaran sudah ada yang menunggu. Yusdani benar-benar tidak mendapatkan hak untuk klarifikasi.

“Saya ingin menjelaskan, semua yang Saya lakukan itu tercatat dalam buku binaan. Saya ingin menunjukkan bahwa Saya tidak sekejam itu,” ungkapnya.

Selang beberapa hari kemudian, Kepala Dinas bersama Kabid PTK, Kabid SD dan Kabid SMP kembali berkunjung ke SMPN 10 Merangin. Kali ini, kedatangan pejabat tinggi Dinas pendidikan itu membawa surat yang isinya tidak diberitahukan kepada Yusdani sebagai Kepala Sekolah. Disinilah ketidakharmonisan itu memuncak.

“Waktu itu, Saya diajak masuk ke ruangan Saya. Kabarnya, Pak Kadis didatangi oleh beberapa wali murid, Kepala Desa, UPTD dan beberapa orang guru. Disamping itu, ada juga surat dengan menggunakan kop SMPN 10 Merangin yang berisikan penolakan kepemimpinan Saya (Yusdani, red) sebagai Kepala Sekolah. Saya lupa tanggal berapa, tapi semua rentetan kejadian itu ada dalam catatan notulen. Semuanya tercatat disana,” bebernya.

Setelah itu lanjut Yusdani, Saya disuruh berdiam diri diruangan Saya ditemani oleh Kabid SD dan Kabid SMP. Pak Kadis dengan Kabid PTK pergi ke ruangan kantor bertemu dengan para guru. Sebelumnya, Saya melihat ada Kades Sido Rukun disana.

“Saya tidak tahu apa yang terjadi dalam rapat itu. Saya hanya mendengar ada kegaduhan disana. Setelah rapat selesai, Saya melihat notulen rapat. Isinya, ada penolakan terhadap Saya sebagai Kepala Sekolah di SMPN 10 Merangin dengan menggunakan Kop sekolah dari para Guru dan Kades,” sebutnya.

Usut punya usut lanjut Yusdani, Saya mendapat kabar bahwa kegaduhan yang Saya dengar saat pertemuan berlangsung itu berasal dari 4 orang guru yang membantah telah menandatangani surat penolakan terhadap diri Saya. Kabarnya, Pak Kadis memanggil guru tersebut dan mempertanyakan perihal tandatangan itu. Guru pun menjawab, “Iya itu tandatangan Saya, tapi bukan Saya yang menandatangani. Tandatangan Saya dipalsukan,” tutur Yusdani mengulang pernyataan guru.

Kemudian, TU dan penjaga sekolah SMPN 10 Merangin juga meminta agar namanya dihapus dalam surat penolakan. Mereka merasa, saat menandatangani surat itu dalam keadaan terpaksa, diintimidasi, dimingi-imingi segala macam seperti naik gaji.

“Mereka malah dengan sukarela menemui Saya lalu membuat Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa tandatangan mereka dipalsukan dan sebagainya. Surat itu ditandatangani diatas materai tanpa ada paksaan dari Saya. Itu kesadaran diri mereka sendiri,” ungkapnya.

Dalam notulen rapat, Yusdani juga melihat pernyataan Kades Sido Rukun yang menyebutkan bahwa penolakan itu juga sudah dikonfirmasikan dengan Kades se- Kecamatan Margo Tabir. Yusdani lantas mencoba mengklarifikasi langsung kepada para Kades. Ada tiga Kades yang berhasil ditemui yakni Kades Sumber Agung, Kades Tegal Rejo dan Tanjung Rejo.

“Ketiga kades itu menyatakan tidak pernah diajak berunding soal penolakan itu. Kades mengaku tidak tahu dan merasa dirugikan. Lalu Saya membuat Surat Pernyataan untuk ketiga kades tersebut. Saya minta mereka membaca dulu sebanyak tiga kali, setelah itu surat pernyataan ditandatangani diatas stempel desa. Saya mau ke Desa Lubuk Bumbun, tapi waktu itu jalan becek, pas ke Desa Kampung 5, Kadesnya sedang berobat sehingga tidak bertemu,” sebut Yusdani.

Baca Juga:  Guru BK Ditugaskan jadi “Satpam”: Pak Kadis, Pak Bupati, Kami Sudah Tak Nyaman Lagi

“Saya sempat berfikir untuk melaporkan pemalsuan-pemalsuan ini. Begitu juga dengan penggunaan kop sekolah dalam surat penolakan. Tapi, langkah Saya belum sampai pada tahap itu,” tambahnya.

Disinggung soal memarahi guru dihadapan siswa, Yusdani membantah.

“Saya tidak pernah memarahi guru dihadapan siswa. Ada pun satu insiden yang terjadi ketika Saya meminta agar guru BK keluar dari kelas karena bukan jam belajar dia. Itu pun bukan dengan nada tinggi, Saya menyampaikannya dengan lirih,” kisahnya.

Menanggapi tentang fasilitas olahraga yang tidak memadai, Yusdani menuturkan bahwa selama pandemi, kegiatan tatap muka ditiadakan. Baru dalam beberapa waktu ini kegiatan tatap muka berjalan kembali.

“Soal murid bawa bola dari rumah itu sebenarnya bolanya bola bulu tangkis. Murid membawa raket sama shuttlecock dari rumah. Selama pandemi, kegiatan olahraga ditiadakan. Tapi, karena anak ini mungkin hobi main bulu tangkis, makanya dia bawa bola sendiri dari rumah. Terus Saya datangi dan Saya tanya, kalian suka main bulu tangkis? Mereka menjawab suka, lalu Saya bilang nanti semua fasilitasnya kita bangun ya,” ungkapnya.

Menyinggung soal anaknya yang rangkap jabatan sebagai guru kontrak dan operator sekolah, Yusdani menyebutkan bahwa hal itu sebagai suatu kebutuhan.

“Anak Saya ini sebenarnya guru kontrak TIK. Tapi, karena disekolah tidak ada yang mau menjadi operator, maka Saya meminta anak Saya untuk membantu dahulu. Malah anak Saya menolak, katanya dia sudah tidak sanggup. Karena kelamaan didepan komputer, penglihatannya sudah mulai terganggu. Dalam rapat, Saya kemudian menawarkan kepada para guru, siapa yang mau menjadi operator sekolah. Karena lagi-lagi tidak ada yang mau, maka untuk kesekian kalinya Saya meminta anak Saya untuk membantu Saya disekolah,” terangnya.

Lalu bagaimana dengan pembuatan NUPTK dan dugaan pungutan biaya Rp. 100 ribu?

“NUPTK itu yang mengeluarkan pusat. Sekolah hanya mengajukannya ke dinas dan seterusnya. Nama-nama yang mengajukan NUPTK itu sudah diajukan dan menunggu singkronisasi dengan pusat. Kalau tidak salah, 6 atau tujuh orang. Soal pungutan Rp 100 ribu itu, Saya sudah tanya dengan anak Saya. Katanya, dia tidak pernah meminta, tapi mereka yang mengajukan NUPTK yang memberi untuk ongkos bolak-balik Margo-Bangko. Hal ini juga sudah Saya sampaikan ke Dinas,” jelasnya.

“Soal gaji yang katanya diistimewakan. Silahkan saja cek ke sekolah. Anak Saya sudah 4 tahun menjadi Operator disekolah. Jauh sebelum Saya menjadi Kepala Sekolah di SMPN 10 Merangin,” ungkapnya.

Apakah benar Ibu sering berujar bahwa Ibu adalah orang paling beruntung karena menjadi anak angkat Bupati?

“Itu fitnah yang kejam. Saya ini masih punya adab dan masih punya otak. Untuk apa Saya bilang seperti itu? Hubungan Saya dengan Pak Bupati memang dekat, tapi Saya tidak pernah berujar seperti itu. Apalagi sampai berulang-ulang. Saya tidak lama lagi pensiun, Saya sudah tua, tak perlu Saya berujar seperti itu,” tegasnya. (*)