Kisah Derita Warga yang Bertahun-tahun Mandi di Air Keruh Sungai Batang Masumai

oleh

Tak Ditemukan Lagi Bedil Ikan di Rumah Penduduk, Warga Juga Diserang Penyakit Kulit

Kondisi sungai Batang Merangin saat ini yang terus mengeruh. foto Bahtiar/jurnaljambi.co

BASARUDIN (39) sudah sangat muak dengan kondisi air Sungai Batang Masumai. Beberapa tahun terakhir, dia dan warga lainnya di Desa Pulau Layang, dipaksa mandi di air yang seperti kubangan kerbau.

Ya, sungai ini sudah tercemar sejak tahun 2010 lalu, sejak banyaknya aktifitas Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) yang menjamur di hulu sungai. Bukan saja keruh, warga juga menilai airnya mengandung mercuri yang berdampak bagi pencemaran disepanjang aliran sungai.

Kamis (12/4/2018) siang, pria yang bekerja sebagai penyadap karet itu berkeluh-kesah kepada Jurnaljambi.co. Dia bercerita panjang lebar terhadap penderitaan warga Desa Pulau Layang yang kesulitan mendapatkan air bersih.

“Warga di sini masih menggunakan sungai sebagai wadah untuk mandi dan mencuci. Sejak tahun 2010 lalu rasanya kami ini dipaksa mandi di sungai yang keruh ini (batangmasumai),”ujarnya membuka cerita.

Basarudin sempat termenung sesaat, wajahnya seolah memperlihatkan senyum sumringah seperti orang yang sedang melamunkan sebuah kenangan indah. Tidak salah, mimik wajah senang yang dia tampilkan itu rupanya tengah membayangkan masa-masa indah masa lalu.

Lamunannya membayangkan rutinitas warga setempat di sungai yang kala itu masih belum tercemar dan masih bening alami.

“Dulu, setiap pagi sebelum beraktifitas, dan sore setelah bekerja, warga disini sangat ramai turun ke sungai. Sungai ini dijadikan tempat aktifitas mandi, mencuci bagi kaum ibu dan sarana bermain anak-anak kami,”.

“Anak-anak kami berenang dengan riang setiap hari, kamipun juga menggantungkan sungai ini untuk mencari ikan, menjala disiang hari dan menyelam menembak ikan pada malam harinya,”terangnya.

Kini, aktifitas tersebut sudah mulai tergerus. Bahkan, sejak air sungai Batang Masumai keruh bertahun-tahun, ada aktifitas warga yang tidak lagi bisa dilakukan. Aktifitas itu adalah menembak ikan dengan alat tembak tradisional pada malam hari.

“Dulu setiap rumah selalu ada bedil ikan dan serampang (alat tembak ikan tradisional). Kalau sekarang sudah tidak ada lagi. Yang masih bisa kami lakukan hanya menjala, itupun hasilnya tidak seperti dulu. Ikannya juga sudah mulai berkurang,”tuturnya.

Keruhnya air ini juga berdampak pada kesehatan masyarakat. Basarudin mengaku, banyak warga yang terserang gatal-gatal.

“Apakah kami akan terus dibiarkan seperti ini? Kami sangat berharap ada solusi dari pemerintah, karena kami sebagai rakyat kecil ini tidak bisa mencari solusinya. Kami gantungkan nasib kami ini ke pemerintah,”pintanya.

Ketua BPD Desa setempat, Mustapa juga mengeluhkan kondisi yang sama. Dia mengaku, warga di desanya kesulitan mendapatkan air bersih.

“Masyarakat kami saat ini kesusahan untuk mandi, karena umumnya masyarakat kami mandi di air Batang Masumai. Peran pemerintah sangat kami tunggu,”singkatnya.(bahtiar/jurnaljambi.co)